Sejarah Pondok Pesantren Salafiiyah Syafi’iyah, Kabupaten Situbondo


Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Salafiiyah Syafi’iyah
Tahun 1908 Masehi, Pondok pesantren Salafiiyah Syafi’iyah telah mulai dirintis oleh pendiriannya, yakni KHR Syamsul Arifin yang juga dikenal dengan nama KHR Ibrahim bin Kyai Ruham Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah tergolong pesantren besar yang telah berusia cukup tua.
Tahun 1841, KHR Ibrahim bin Kyai Ruham lahir di desa Kembang Kuning, Pamekasan, Madura. Setelah menginjak masa remaja, oleh orang tuanya (Kyai Ruham), ia dikirim ke Mekkah untuk menuntut ilmu. Di tanah suci inilah beliau bermukim dan hidup berkeluarga selama lebih kurang 40 tahun.
Tahun 1897,  lahir putra pertamanya yang kemudian diberi nama As’ad. Ketika As’ad berusia 6 tahun, KHR Syamsul Arifin bersama keluarganya pulang kembali ke tanah air. Sekembalinya di tanah air, KHR Syamsul Arifin membantu orang tuanya (Kyai Ruham) mengasuh para santri di Pondok Pesantren Kembang Kuning. Sementara membantu ayahnya membimbing para santri di Pesantren Kembang Kuning, keinginan untuk menyebarluaskan ilmu agama Islam di tempat lain semakin kuat.
Dalam pada itu putra sulungnya, As’ad telah menampakkan sifat kemandirian dan keuletannya. Pada waktu itu ia baru meng­injak usia 11 tahun. Ia telah mulai belajar mencari nafkah untuk membiayai dirinya dalam mencari ilmu, dengan cara berdagang barang-barang seperti tikar, rampan dan semacamnya, yang dibawanya dari Madura kemudian dijual di daerah Situbondo.
Pada suatu hari, ketika ia tengah berdagang di daerah Asembagus, ia bertemu dengan sahabat ayahnya, Hasan Musawwa. Ketika Hasan Musawwa mengetahui bahwa As’ad adalah anak sahabatnya, maka ia menyuruh As’ad untuk menjemput ayahnya ke Asembagus. Di Asembagus, mereka berkumpul di rumah Rama Abdul Halim. Yang hadir dalam pertemuan itu ialah KHR Ibrahim (Syamsul Arifin), Habib Hasan Musawwa, dan Kyai Asadullah dari Semarang.

Dengan diantar oleh Habib Hasan Musawwa dan Kyai Assadulah, Kyai Syamsul Arifin bersama putra sulungnya As’ad menuju ke suatu tempat sunyi di tengah hutan belukar, sekitar 7 km di sebelah fimur Asembagus, Situbondo. Hutan itu kemudian dirambah dan dibuka. Beberapa waktu kemudian di tempat itu didirikan sebuah dangau (gubuk) untuk tempat tinggal sementara KHR Syamsul Arifin dan sejumlah santri Kembang Kuning yang menyertai pengembarannnya. Atas bantuan para santri itu pula, pembabatan hutan semakin meluas. Mereka bekerja keras menjadikan hutan sunyi itu menjadi ladang pertanian dan sebuah perkampungan pesantren yang diidamkan.
Tahun 1914, mulai lengkaplah prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung berdirinya sebuah pesarrtren. Walaupun dalam bentuknya yang masih sangat sederhana, beberapa gubuk dalam langgar telah didirikan. Ladang pertanian yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup berangsur-angsur mulai mendatangkan hasil. Sementara hubungan pergaulan dengan penduduk di kampung-kampung terdekat juga makin meluas. Maka pada tahun itu pula kegiatan pesantren mulai berjalan.
Pada mulanya yang datang sebagai santri hanyalah anak-anak dari keluarga penduduk desa terdekat di sekitar hutan. Lambat laun mulai berdatangan santri-santri dari sekitar Situbondo dan Madura. Pesantren ini kemudian diberi nama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah.
Meski dengan keadaan yang masih sangat sederhana. para santri pemula itu ternyata telah menjadi modal dasar yang amat berharga. Berkat ridla Allah dan kesungguhan pengasuh dan para santrinya, pesantren itu makin berkembang dan dikenal masyarakat secara meluas.
Guna pengembangan pesantren selanjuthya, KHR Syamsul Arifin mengirimkan putra sulungnya, As’as untuk menuntut ilmu ke beberapa pesantren yang pada waktu itu sudah lebih terkenal, antara lain Pesantren Demangan Bangkalan yang pada saat itu diasuh oleh Kyai Moh. Kholil, Pesantren Panji Pasuruan, dan Pesantren Tebuireng di Jombang yang pada waktu itu di bawah asuhan KH Hasyim Asy’ari. Selain itu, As’ad juga dikirim- kan oleh ayahnya ke Mekkah untuk menuntut ilmu di sana. Selama di Mekkah As’ad berguru antara lain kepada Ustads Habib Abbas Al-Maliki, Sayyid Muhammad Amin Al-Qurhbi, dan sayyid Hassan Al-Yamani.
Tahun 1924, sepulang dari pengembaraannya me­nuntut ilmu, As’ad Syamsul Arifin mulai tampil sebagai Kyai muda dan mulai ikut terlibat mengurusi pesantren yang dipimpin oleh ayahnya.
Tahun 1928, di pesantren tersebut mulai dibuka Madrasah Ibtidaiyah dengan kelas terpisah antara murid putra dan putri.
Tahun 1943, menyusul didirikan Madrasah Tsanawiyah, dan berikutnya Madrasah Aliyah. Di tengah kesibukan mengembangkan pondok pesantren, KHR Syamsul Arifin dan putra sulungnya, As’ad, tidak menutup mata terhadap keadaan masyarakat dan bangsa yang pada waktu itu tengah berada di bawah cengkeraman pemerintah penjajah. Mereka secara bahu membahu turut berjuang mengangkat senjata guna mengusir penjajah dari tanah air. KHR As.ad menggabung- kan diri dalam barisan kelasykaran Hizbullah-Sabilillah bersama-sama dengan Kyai Zainul Arifin, Kyai Bisri Fansuri, Kyai Badurs dan Kyai Bajuri. Demikian pula ayahnya, KHR Syamsul Arifin.
Tahun 1947, juga sempat memimpin barisan perlawanan Sabilillah di daerah Jembar. Pesantren Salafiyah Syafi’iyah itu sendiri menjadi salah satu basis peijuangan rakyat melawan pen­jajah.
5 Maret 1951, KHR Syamsul Arifin, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, dipanggil pulang ke Rahmatullah, meninggalkan dua orang putra, yaitu Raden As’ad dan Raden Abdur Rahman yangg sedang me­nuntut ilmu di Mekkah. Sepeninggaal KHR Syamsul Arifin, kepemimpinan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah dibebankan kepada Raden As’ad yang kemudian bergelar KHR As’ad Syamsul Arifin.
Tahun 1968, di bawah asuhan KHR As’ad Syamsul Arifin, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah mengalami perkembangan yang amat pesat. Didirikan sebuah perguruan ttinggi Universitas Syafi’iyah.
Tahun 1979, Kemudian menyusul dibuka Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Di bidang pendidikan umum, secara berturut-turut didirikan sekolah menengah tingkat pertama (SMP I)
Tahun 1980, didirikan sekolah menengah tingkat atas SMA Islam.
Tahun 1986, didirikan sekolah menengah ekonomi tingkat atas SMEA Islam.
Tahun 1985, didirikan sekolah dasar SD Islam.
Tahun 1990, dibuka “Al Ma’hadul’aliy Li’ulumiddiniyah Syu’batul Fiqh”, atau lebih dikenal dengan nama Ma’had aliy, yang merupakan lembaga kaderisasi Fuqoha’. Dalam rangka mengantisipasi isu krisis ulama (lebih-lebih Fuqoha’).
4 Agustus 1990, setelah didirikannya Lembaga Kderisasi Qufoha’, KHR As’ad Syamsul Arifin meninggal dunia dalam usia 98 tahun. beliau meninggalkan empat orang pytri dan dua orang putra. Sepeninggal KHR As’ad Syamsul Arifin, kepemimpinan pesantren diemban oleh KHR Ach, Fawaid yang pada waktu itu baru berusia 23 tahun, bergelar Khuwaidimul Ma’had. Pada tahun pertama kepemimpinan KHR Ach. Fawaid As’ad, didirikan Madrasatul Qur’an guna mengembangkan minat mempelajari dan mendalami ilmu Al-Qur’an di kalangan masyarakat.
Demikianlah sejarah ringkas berdirinya Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah yang kepemimpinannya kini telah berada pada generasi ketiga.

 Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:  Nilai- Nilai Budaya Dalam Kehidupan Pesantren di Daerah Situbondo JawaTimur, Departemen Pendidikana dan Kebudayaan 1994-1995,Jakarta 1994; hlm.18- 21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Harapan Anak Jalanan Kepada Pemkab

Kader Pelestari Budaya Gianyar Gelar Kemah Budaya

Dua Pelaku Curanmor Babak Belur Dihajar Massa